Deli Art Community Luncurkan dan Diskusikan Buku Kado untuk Indonesia di Aula Gereja Katolik Santo Paulus
Peluncuran dan bedah buku yang digagas Deli Art Community (DAC) dengan judul sampul Kado untuk Indonesia diterbitkan oleh Penerbit Swarnadwipa telah berlangsung pada Jumat, 8 Desember 2023 pukul 14.30-17.30 WIB di aula Gereja Katolik Santo Paulus Pasar Merah, Stasi Ordo Carmel, Medan. Dua pemantik diskusi yakni Muba Simanihuruk, Sosiolog dari FISIP USU dan Soekirman, Ketua KSBN dan Ketua Penasihat Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Sumatra Utara dimoderatori Juhendri Chaniago. Dalam kesempatan itu, Dini Usman, Ketua DAC mengucapkan terima kasih atas kerjasama semua pihak yakni para kontributor buku, Pemerintah Kota Medan, Gereja Katolik Santo Paulus yang dengan sigap dan sikap terbuka menerima DAC untuk menggelar acara diskusi dan bedah buku.
Para undangan dari beragam latar belakang seperti pelajar, mahasiswa, guru, akademisi, budayawan, seniman, kalangan profesional dan lainnya didekap dinding aula didominasi batu bata merah, ciri gaya arsitektur gereja Khatolik Roma yang khas. Deli Art Community (DAC) sebagai salah satu komunitas yang berfokus pada pengembangan kapasitas melalui gerakan literasi di semua aspek memang telah banyak melibatkan kalangan terdidik dan profesional untuk sumbang gagasan melalui kegiatan rutin diskusi kebudayaan.
Para kontributor yang telah menyumbang gagasannya itu memang semuanya sebagai bagian dari narasumber dalam diskusi kebudayaan yang digelar saban waktu. Mereka di antaranya Atien Sukatendel, Bima Prana Chitra, Dadang Pasaribu, Erond L. Damanik, Hendry Marpaung, HMMC J Wirtjes XVI (Yance), Indra Fauzan, Lusty Malau, Nasrul Hamdani, Onggal Sihite, Rizanul Arifin, Tikwan Raya Siregar, Yoseph Tien dan Zulkifli Lubis. Cover buku merupakan lukisan karya Farida Lisa Purba, penyunting buku adalah Aishah Basar dan editor Dini Usman.
“Karya ini sesungguhnya lahir di saat yang tepat. Walau ditujukan buat Indonesia yang sudah berumur 78 tahun, namun saya merasa ia lebih spesifik lagi buat kota ini. Medan sudah terlalu lama dibiarkan tumbuh menjadi kota yang buruk rupa. Langit dan sungainya penuh polutan. Tanahnya dihujani oleh aneka bangunan beton dengan arsitektur yang meaningless. Kebanyakan warganya juga hidup sebagai zombie. Nyaris kehilangan kesadaran dan visi. Di tengah semua absurditas itu Deli Art Community (DAC) tiba-tiba datang, membunyikan lonceng bagi jiwa-jiwa yang tidur. Komunitas ini mencoba menghidupkan kembali tradisi percakapan intelektual dan budaya literasi yang konon dulu pernah berjaya di kota ini. Dulu sekali,” tulis Wirastuti, jurnalis yang hadir di acara peluncuran dan bedah buku yang dikutip dari dinding Facebook-nya.
Ia menambahkan, “Saya senang, di siang itu puluhan mahasiswa berbondong-bondong hadir di acara tersebut. Walau mungkin sebagian tema terasa berat dan kurang relate dengan persoalan mereka pada hari ini, setidaknya event itu sudah memulai dialog antar generasi, dan antar perspektif. Ini adalah permulaan yang bagus! Kita tentu ingin menyaksikan tumbuhnya generasi baru yang lebih bertanggung jawab. Baik untuk dirinya sendiri, maupun lingkungannya,” tulisnya.
Lebih jauh Muba Simanihuruk, sosiolog yang didapuk sebagai pembedah buku mengungkapkan dalam paparannya di slide bahwa tulisan-tulisan yang dimuat di buku ini beragam sekali temanya, dan sangat menarik untuk diekplorasi lebih jauh. Ia mencontohkan pada tulisan yang mengangkat isu kepemimpinan perempuan dan anggapan miring terhadap ibu tiri yang ditulis dari perspektif feminisme.
“Saya pikir tulisan di buku itu memberi kita suasana baru tentang bagaimana memahami sesuatu yang selama ini ada di dalam relasi kemanusiaan kita yang timpang, namun jika dianalisis dari sudut pandang feminisme, memberi tawaran baru dan lebih mendekati ke akar persoalan atas apa yang sesungguhnya terjadi dalam kehidupan sosial kita,” katanya seraya menambahkan begitu banyak kesempatan melihat beragam perspektif yang terbuka luas dengan kedalaman masing-masing sesuai bidang kajian para penulis di buku Kado untuk Indonesia. “Saya appreciate pada buku ini yang menawarkan banyak sekali hal untuk kita kaji lebih dalam baik di bidang sastra, lingkungan, perempuan, tanah, dan kajian lainnya,” katanya.
Soekirman, pemantik kedua menuturkan bahwa persoalan literasi di Indonesia memang sangat mengkhawatirkan karena Indonesia menempati urusan paling corot dari negara-negara yang diriset Unesco. “Jadi apa yang sudah dilakukan oleh DAC ini dengan membuat buku Kado untuk Indonesia ini sangat baik, dan mendorong kita semua untuk semangat menulis lagi,” katanya yang telah beberapa kali menulis buku.
Sebelum peluncuran dan diskusi dimulai, Ayub Badrin kembali membacakan puisi, yang pertama ia memilih karya KH. Mustafa Bisri dengan judul Aku Harus Bagaimana dan puisi kedua karya Dini Usman dengan judul Garuda Wisnu. Peserta terkesima dengan caranya membacakan puisi dengan intonasi dan kecepatan serta pause yang sangat pas. Olah vokalnya membuat semakin menarik pada setiap kata yang terucap, sehingga applaus dari hadirin gemuruh mengapresisasi. Banyak peserta yang mengajukan pertanyaan kepada narasumber yang dipandu secara interaktif oleh moderator yang lihai mencari sela dan menggali gagasan dari pemantik dan peserta yang hadir sebanyak 140 orang.
Romo Paschalis Tumarno, O. Carm dalam sambutannya mengatakan kalau buku Kado untuk Indonesia ini ibarat makanan enak yang bernama rujak. “Kalau rujak itu kan ada rasa manis, asam, pedas, gurih dan lainnya dalam satu kumpulan buku itu. Dan kami senang dengan kehadiran Deli Art Community yang rutin menyelenggarakan diskusi kebudayaan dengan beragam tema yang luas juga termasuk bedah buku di sini,” katanya ramah dan penuh antusias seraya mengingatkan semua hadirin atas instruksi pemerintah terkait penggunaan masker dengan merebaknya virus varian terbaru.