Kebudayaan Kita Mengalami Stagnasi?!
Dalam penjelasan Yance, Ketua Dewan Kebudayaan Sumut yang terpilih di bulan Maret 2024 dan salah satu pemantik diskusi rutin seri kebudayaan yang diselenggarakan Deli Art Community (DAC) dengan tema seperti judul di atas, ia mengambil Teori Sistem Umum untuk menjawab apakah mungkin kebudayaan itu mengalami kemandekan?
Berdasarkan pendapat pakar kebudayaan, disebutkan bahwa kebudayaan sebagai ide, pandangan, sikap, perilaku yang menjadi kebiasaan sehari-hari manusia yang sekaligus sebagai produsen dan pelaku kebudayaan menghasilkan beragam adat istiadat, teknologi, religi, kesenian dan sebagainya secara terus menerus untuk mengalami proses perkembangan.
Dari pengertian tersebut maka dapat dikatakan kebudayaan tidak akan pernah mengalami stagnasi, tetapi ia akan menemukan jalan dan arahnya sendiri dan saling bertumbuh, mengait dan berkembang hingga titik tertentu sehingga mengalami perubahan yang paling mendasar. Dikatakan sebagai perubahan karena mengalami perbedaan dari kondisi atau bentuk semula, sekecil, sebesar atau sekedar tempelan tetap dikatakan sebagai perubahan.
Di sisi lain Hafiztaadi, pemantik kedua berangkat dari latar belakang seniman teater dan desainer grafis mengemukakan pandangannya atas situasi berkesenian yang “kurang bersahabat” terpenuhi di Medan sebagai kota metropolitan. Keluhan serupa ini tidak saja disampaikannya tetapi ia juga memberikan banyak contoh bagaimana apresiasi pemerintah dan masyarakat terhadap kesenian yang begitu tipis.
“Gejala ini sudah lama terjadi, ruang publik yang ramah untuk berekspresi seperti mengalami kebuntuan, kita perlu memikir ulang apa yang harus kita lakukan untuk mengatasi peristiwa kebudayaan yang di satu sisi luas namun pada sisi lain sangat kecil ruang pertumbuhannya sehingga terjadi ketidakseimbangan,” katanya.
Banyak sekali pandangan dan pertanyaan yang kait mengait terkait betapa banalitas menguasai situasi kehidupan saat ini secara luas. Kecenderungan berpikir masyarakat dan pengambil keputusan yang instan tanpa memikirkan efek jangka panjang untuk generasi selanjutnya menjadi persoalan yang begitu rumit, membutuhkan kejernihan dan ketelatenan untuk menguraikannya.
Idris Pasaribu, jurnalis dan penulis novel menyampaikan pandangannya secara kritis tentang pemerintah dan masyarakat yang cenderung pragmatis, juga kurangnya kepedulian tentang pentingnya hunian kota yang ramah dengan keindahan seni dan budaya yang sangat multikultural dalam diskusi di hari Sabtu, 27 Juli 2024 pukul 14.00-17.00 WIB di ruang N4R1 kantor PT Perkebunan Nusantara IV (eks PT Perkebunan Nusantara III) Jalan Sei Batanghari No. 2 Medan.
Diskusi yang dipandu Dini Usman, Ketua Deli Art Community itu dihadiri 25 orang peserta dari latar belakang akademisi, seniman, petani, mahasiswa, karyawan perusahaan, kolektor barang antik, pekerja serabutan, ibu rumah tangga, jurnalis, mantan pejabat dan peneliti yang memiliki keinginan kuat untuk memperbaiki diri sendiri dan kota tempat di mana mereka huni.