Pertunjukan gerak tari kontemporer dengan alat musik kecapi dimainkan oleh Lia Farida pada peluncuran dan bedah buku novel Siti Kewe karya Raihan Lubis di Penang Corner, Jalan Dr. Mansyur, Medan pada 28 Oktober 2017.
Fitri Evita (kanan) menyerahkan lukisan yang dibuatnya secara spontan kepada Raihan Lubis (penulis novel).
Aishah Basar (aktris teater) dalam Monolog Ibu di Ruang Seminar FISIP USU, pada 24 Agustus 2018 ini disuguhkan saat Launching dan bedah buku Kita Telah Mati karya Dadang Darmawan. Monolog yang disuguhkan dengan durasi 25 menit ini sebenarnya lebih panjang dari naskah aslinya. Monolog Ibu karyanya sendiri ini menceritakan perjuangan seorang ibu yang memiliki dua orang anak. Masing-masing anaknya memiliki karakter yang anti pada kemapanan disebabkan sang ibu sejak kecil senantiasa memberikan buku-buku yang ditinggalkan almarhum suaminya untuk asupan gizi ruhani anak-anaknya. Salah satu anaknya menjadi pelarian di luar negeri karena karya-karya tulisannya selalu mengecam kebijakan pemerintah, dan satu orang lagi anaknya bernama Bintang menjadi martir yang memperjuangkan hak orang banyak. Begitulah ibunya yang meratapi kerinduan pada anak-anak yang jauh darinya ketika ia sudah tua.
Sejarah Manusia Belum Dimulai!
Di Bukit Caliak
Naskah monolog ini mengisahkan kerinduan dan kehilangan seseorang yang dicintai, kesulitan mencari teman yang dianggap mampu memahami dan mengisi aktivitas hidup yang menyenangkan. Tema cerita menyiratkan perasaan kesepian sehingga melahirkan cerita tentang kenangan akan kebersamaan yang menyenangkan, ikatan yang hangat dalam balutan perkawinan yang teramat jarang dinikmati banyak pasangan di dunia ini. Perasaan kehilangan yang dirasakan oleh pasangan hidup karena kematian mengingatkan kita semua betapa menemukan seseorang yang dianggap pas dalam hidup adalah hadiah yang tak terdefinisikan. Aishah Basar, dalam usia yang tidak terbilang muda, 52 tahun tetap mampu membawakannya dengan apik melalui penjiwaan dan kemampuan keaktoran yang tidak diragukan di atas panggung pertunjukan di Ruang Teater Lantai II FISIP USU, Jalan A. Sofyan No. 1 Medan pada 20 November 2023.
Aeng
Naskah ini menggugat diri sendiri akan penyesalan karena rangkaian kejahatan yang diperbuat pelaku sepanjang hidupnya. Hidup sang tokoh yang telah dipenjara ini memang mendapat julukan seorang durjana, seorang bromocorah. Sejak dilahirkan, baik karena miskinnya keluarga biologis yang memberinya ruang pelajaran bagaimana kekerasan demi kekerasan ditontonnya setiap waktu di dalam rumah, ia pun tanpa disadarinya membawa tabiat kejahatan itu ke lingkungan yang lebih luas. Kejahatan memang makanan hidup sang tokoh sedari kecil. Baginya adalah hal yang terbiasa melakukan perampokan, pemerkosaan, pembunuhan bahkan membunuh pacarnya sendiri dianggapnya sebagai kebenaran hanya karena perasaan cemburu begitu kuat menguasainya pada saat itu. Eko Satrio, aktor gaek berusia 61 tahun ini sangat kuat menghayati si tokoh yang Bernama Alimin ini begitu hidup di atas panggung di Ruang Teater Lantai II FISIP USU, Jalan A. Sofyan No. 1 Medan pada 21 November 2023.