Seniman dan Public Sphere
Diskusi dengan tema seniman dan public sphere, telah dilaksanakan oleh Deli Art Community pada tanggal 9 Maret 2024 dari pukul 14.00-17.30 WIB di Ruang N4R1 Regional 1. Dipantik dua narasumber yakni Agung Suharyanto, seniman tari yang kini menjadi dosen di FISIPOL Universitas Medan Area dan Yurial Arief Lubis, Dosen Kebijakan Publik dari Fisipol Medan Area dengan moderator Dini Usman, Ketua Deli Art Community.
Dihadiri oleh dua puluh lima orang terdiri dari para seniman, akademisi, mahasiswa, pengamat sosial dan pemerhati budaya untuk mengetahui mengapa begitu sulit dan langkanya ruang-ruang kesenian sebagai ruang publik ditemukan di kota Medan. Padahal, menurut Yurial Arief Lubis, Medan sebagai sebuah kota sangat berpotensi menjadi kota budaya karena masyarakatnya sangat pluralis yang sulit ditemukan di kota-kota lain di Indonesia.
“Pada suatu hari, saya menjamu seorang sorang pakar, kami berbincang dan beliau berkomentar, mengapa kota Medan tidak ramah dengan seni, tanya tamu itu. Saya Cuma bisa diam terkesima mendengarkan pengakuannya yang jujur,” kata Yurial memulai pemaparannya.
Medan sebagai kota yang berpotensi menjadi kota budaya namun dianggap miskindalam memberi ruang penghargaan terhadap kesenian. Kesenian bagi kebanyakan orang malah hanya dianggap sebagai tontonan dan bukan tuntunan. Salah satu kelemahan mengapa sulit kesenian maju di kota Medan adalah karena ruang-ruang publik untuk seni sangat sedikit dan sulit dijangkau oleh banyak lapisan masyarakat.
Sebuah pengakuan yang tak kalah hebatnya dari seorang seniman teater, Ayub Badrin mengatakan, “Masak mau menonton pertunjukan di Taman Budaya harus lewat dari pintu belakang? Kok bisa seperti ini?” tanyanya dengan prihatin.
Ruang seni pertunjukan memungkinkan Medan memberi andil untuk mengapresiasi berbagai peristiwa dalam kehidupan. Ruang publik bisa sebagai tempat di mana berbagai gagasan dan kreativitas kesenian bisa tumbuh dan berkembang serta mendapat apresiasi yang layak oleh masyarakat dan pemerintah. Karena pada dasarnya ruang-ruang publik untuk kesenian itu perwujudan kedaulatan HAM dan menjadi bagian dari tugas pemerintah untuk memberi fasilitas pada masyarakat? Ruang ini juga dapat dinyatakan sebagai tempat mengekpresikan eksistensi dan bentuk partisipasi aktif seniman dalam masyarakat yang beradab dan berbudaya.
Taman Budaya sebagai salah satu ruang publik, kata Agung Suharyanto dalam penjelasannya sesuai Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0221/01991 adalah sebuah institusi pemerintah yang dibuat untuk melayani kebutuhan masyarakat dalam berekspresi seni, yang tentunya memiliki tugas memelihara dan mengambil kebijakan yang tepat berkenaan dengan fasilitas seni yang dikelolanya. Tentu saja dalam hal ini Taman Budaya mempunyai tugas untuk melaksanakan pengolahan seni sebagai unsur budaya daerah dan melakukan pengembangan daerah di lingkup provinsi.
Kedua pemantik memberikan pandangannya dengan baik terutama yang menyangkut domain public sphere, public space dan kebijakan publik yang berpihak pada kepentingan umum sesuai amanat undang-undang. Keberadaan ruang publik hanya salah satu penanda adanya ruang atau tempat bertemunya gagasan dan juga orang banyak yang memiliki pandangan yang sama, berbeda dan memberi kritik atas kebijakan yang terjadi tanpa rasa takut, kuatir atau bahkan dipersekusi. Bagaimana dengan ruang publik di kotamu, kawan?