Siti Kewe, Menikmati Kopi Gayo melalui Novel
“dengan bismillah,
siti kawa,
kunikahkan dikau dengan angin,
air walimu,
tanah saksimu,
matahari saksi kalammu”
Mantra itu diucapkan sebagian petani kopi di dataran tinggi Gayo, Aceh Tengah ketika melihat bunga-bunga kopi telah keluar. Mantra ini menjadi pembuka dalam novel berjudul Siti Kewe atau Siti Kawa yang kita kenal dengan nama kopi.
Kopi menjadi salah satu minuman khas yang semakin digemari semua manusia, tidak peduli muda ataupun tua, tidak masalah lelaki ataupun perempuan, kopi telah menjadi salah satu minuman favorit yang kian mentereng di seluruh dunia.
Salah satu jenis kopi yang cukup dikenal adalah Gayo yang tumbuh dengan subur hamper merata di sepanjang lereng pegunungan di Takengon, dimana suku gayo bermukim. Kopi ini terkenal hingga ke seluruh dunia. tidak cuma digemari, kopinya juga amat enak dan bercita rasa tinggi.
Barangkali berangkat dari kenyataan itu, penulis novel yang memulai karirnya sebagai jurnalis, Raihan Lubis menuliskannya dalam gaya pop, selain mudah dicerna, novel ini berkisah tentang pemuda dan pemudi yang saling jatuh cinta dan menjadikan setting tanah Gayo sebagai salah satu lokasinya.
Dibedah oleh Aishah Basar (sastrawan), Dadang Darmawan (Dosen FISIP USU) dan Agung Suharyanto (Dosen UMA) yang dimoderatori Juhendri Chaniago di Penang Corner, pada Juli 2017. Selain di Medan, Raihan juga melaunching bukunya di Banda Aceh dan Jakarta. Barangkali novel Siti Kewe yang diterbitkan Penerbit Swarnadwipa merupakan novel pertama yang berkisah tentang kopi dan percintaan. (dn)